Materi:
Aspal Beton
1.
Definisi
2.
Bahan Pembentuk
3.
Proses Pembuatan
4.
Jenis-Jenis
5.
Proses Uji
1. DEFINISI :
ASPAL BETON
Aspal
beton adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan
aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan. Material pembentuk beton aspal
dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut kelokasi,
dihamparkan dan dipadatkan (Sukirman,
S., 2003).
Ada
tujuh karasteristik campuran yang
harus dimiliki oleh aspal beton adalah stabilitas, keawetan atau durabilitas,
kelenturan atau fleksibilitas, ketahanan terhadap kelelahan, kekesatan
permukaan atau ketahanan geser, kedap air, dan kemudahan pelaksanaan (Sukirman, S., 2003).
2.
BAHAN PENYUSUN:
BAHAN PEMBENTUK ASPAL ( MATERIAL
ASPAL):
1. Aggregat: Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu
mengandung 90-95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75-85% agregat
berdasarkan persentase volume. Berdasarkan ukuran butirannya, agregat dibedakan
atas Agregat kasar, Agregat halus dan filler (Sukirman, S., 1999).
Gradasi agregat
dibedakan menjadi (Sukirman, S., 1999) :
a. Gradasi
rapat (dense graded), merupakan
campuran agregat kasar dan halus dalam porsi seimbang, maka dari itu gradasi
ini dinamakan juga dengan gradasi baik (well
graded).
b. Gradasi
seragam (uniform graded), merupakan
campuran yang memiliki ukuran agregat yang hampir sama.
c. Gradasi buruk
(poor graded), merupakan campuran
agregat yang tidak memenuhi kategori diatas, disebut juga dengan gradasi senjang.
Dalam menentukan rancangan
desain gradasi campuran aggregat dapat menggunakan beberapa metode diantaranya
adalah Metode Analisa dan Metode Grafis, untuk Metode Analisa
digunakanlah rumus:
P: aA+bB+cC+dD
Keterangan:
P: Persen lolos ayakan dengan
bukaan D (mm) yang direncanakan
A: Persen lolos ayakan fraksi
aggregat A untuk bukaan D (mm).
B: Persen lolos ayakan fraksi
aggregat B untuk bukaan D (mm).
C: Persen lolos ayakan fraksi
aggregat C untuk bukaan D (mm).
D: Persen lolos ayakan fraksi
aggregat D untuk bukaan D (mm).
a : Proporsi rencana fraksi
aggregat A untuk bukaan D(mm).
b: Proporsi rencana fraksi
aggregat B untuk bukaan D(mm).
c : Proporsi rencana fraksi
aggregat C untuk bukaan D(mm).
d : Proporsi rencana fraksi
aggregat D untuk bukaan D(mm).
Ukuran Saringan
|
% Berat yang lolos
|
|||||||
Latatsir (SS)
|
Lataston (HRS)
|
Laston (AC)
|
||||||
ASTM
|
(mm)
|
Kelas A
|
Kelas B
|
WC
|
BC
|
WC
|
BC
|
Base
|
1 1/2"
|
37,5
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
100
|
1"
|
25
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
100
|
90-100
|
3/4"
|
19
|
100
|
100
|
100
|
100
|
100
|
90 - 100
|
Maks. 90
|
1/2"
|
12,5
|
-
|
-
|
90-100
|
90-100
|
90 - 100
|
Maks.90
|
-
|
3/8"
|
9,5
|
90 - 100
|
-
|
75-85
|
65-100
|
Maks. 90
|
-
|
-
|
No.8
|
2,36
|
75- 100
|
50-72
|
35-55
|
28-58
|
23-49
|
19-45
|
|
No.30
|
0,600
|
-
|
-
|
35-60
|
15-35
|
-
|
-
|
-
|
No.200
|
0,075
|
10 - 15
|
8 - 13
|
6-12
|
2-9
|
4-10
|
4-8
|
3-7
|
ZONA LARANGAN
|
||||||||
No.4
|
4,75
|
-
|
-
|
39,5
|
||||
No.8
|
2,36
|
39,1
|
34,6
|
26,8 - 30,8
|
||||
No.16
|
1,18
|
25,6 - 31,6
|
22,3 - 28,3
|
18,1-24,1
|
||||
No.30
|
0,600
|
19,1 -23,1
|
16,7 -20,7
|
13,6-17,6
|
||||
No.50
|
0,300
|
15,5
|
13,7
|
11,4
|
Tabel :
Spesifikasi Gradasi Binamarga
2. Aspal (Bitumen): Aspal terbuat dari minyak
mentah, melalu proses penyulingan atau dapat ditemukan dalam kandungan alam
sebagai bagian dari komponen alam yang ditemukan bersama-sama material lain.
Kadar aspal rencana yang akan
digunakan dalam suatu campuran dapat ditentukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (Sukirman, S., 2003):
Pb = 0,035 (%CA) + 0,045
(%FA) + 0,18 (%Filler) + Konstanta
Keterangan :
Pb = Kadar aspal tengah/
ideal. persen terhadap berat campuran;
CA = agregat kasar tertahan
saringan No.8;
FA = agregat halus lolos
saringan No.8 dan tertahan saringan No.200;
Filler
= Persen agregat minimal 75% lolos saringan No.200;
K = Konstanta, 0.5-1.0
Laston, 2.0-3.0 Lataston.
Jenis aspal:
A. Berdasarkan
fungsi: (Sukirman, S., 2003):
a.
Sebagai lapis resap pengikat (prime coat):
Prime coat adalah lapisan tipis aspal cair yang diletakan diatas lapis pondasi
sebelum lapis berikutnya.
b.
Sebagai lapis pengikat (tack coat):
Tack coat adalah lapis aspal cair yang diletakan diatas jalan yang telah
beraspal sebelum lapis berikutnya dihampar, berfungsi sebagai lapis pengikat
diantara kedua lapisan tersebut.
B. Berdasarkan sumber dan proses pembentukannya:
a. Aspal Alami:
aspal yang berasal atau diperoleh langsung dari alam, contohnya: aspal gunung
seperti yang ditemukan di pulau Buton, dan aspal danau seperti yang ditemukan
di danau Trinidad.
b. Aspal Buatan:
aspal hasil proses dari minyak bumi, contohnya adalah aspal minyak. Aspal
minyak merupakan aspal yang berasal dari hasil penyulingan minyak bumi, contoh
dari aspal jenis ini ialah aspal
panas/keras (Asphalt Cement, AC),
Aspal Cair (Cut-back Asphalt), Aspal
Emulsi.
C . Berdasarkan Penetrasi:
Menurut SNI
S-01-2003, aspal dibedakan menjadi Aspal Penetrasi 40. Aspal Penetrasi. 60,
Aspal Penetrasi 80, Aspal Penetrasi.120, Aspal Penetrasi 200.
3. Additif (Bahan Tambah): Bahan
yang ditambahkan kedalam campuran untuk meningkatkan kinerja campuran.
3.
PROSES PEMBUATAN:
PROSES UTAMA :
Aspal : ......................................................................................
Filler : ................................................................... |
|
|
V V
Agregat: Cold Bin > Dryer > Screen > Hot bin
> Timbangan > Mixer (Pugmill)>
TRUK TANGKI (SELESAI)
1. Bin dingin (cold bin): Bak tempat menampung material agregat dari
tiap-tiap fraksi mulai dari agregat halus sampai agregat kasar yang diperlukan
dalam memproduksi campuran aspal panas (hot-mix).
Bagian pertama dari AMP (Aspal Mixing Plant) adalah bin dingin, yaitu
tempat penyimpanan fraksi agregat kasar, agregat sedang, agregat halus dan
pasir. Bin dingin harus terdiri dari minimum 3 sampai 5 bak penampung (bin).
Masing-masing bin berisi agregat dengan gradasi tertentu. Agregat-agregat
tersebut harus terpisah satu sama lain, untuk menjaga keaslian gradasi dari
masing masing bin sesuai dengan rencana campuran kerja (RCK).
2. Dryer: Tujuannya untuk menghilangkan kadar air, kadar air harus seminim
mungkin karena kalau tidak akan berpengaruh pada pencampuran aspal nantinya.
Proses pengeringan pada dryer adalah dengan cara membakar agregat di
dalam kilen yang berputar dengan suhu ±1500 C proses pembakaran.
3. Screen: Proses pemisahan agregat ini adalah dengan cara gravitasi
agregat dijatuhkan pada ayakan/screen yang dirancang sedikit miring agar
dapat mengayak atau memisahkan agregat sesuai dengan
ukurannya masing-masing.
Pada screen dilengkapi alat bantu yaitu vibrator yang berfungsi untuk menggetarkan ayakan agar terjadi
ayakan yang optimal. Agregat yang telah disaring/dipisahkan berdasarkan
ukurannya kemudian masuk pada unit hot bin guna untuk menampung
sementara agregat yang akan masuk pada timbangan.
Pemasangan saringan pada unit
ayakan panas harus tidak pada ukuran yang berdekatan. Contoh susunan ayakan
untuk campuran beraspal dengan ukuran butir agregat maksimum 19 mm adalah :
-
Saringan pertama/teratas berukuran 19 mm, butir agregat yang ukurannya
lebih besar (oversize) dibuang ke
saluran pembuangan.
-
Saringan kedua berukuran 12,5 mm (1/2 inchi). Ukuran butir agregat
antara 19 mm sampai 12,5 mm masuk ke bin 1.
-
Saringan ketiga berukuran 4,75 mm (No. 4). Ukuran butir agregat antara
9,5 sampai dengan 4,75 mm masuk ke bin 2.
-
Saringan keempat berukuran 2,36 mm (No. 8). Ukuran butir agregat antara
4,75 sampai dengan 2,36 mm masuk ke bin 3. Sementara agregat yang lolos
saringan 2,36 mm masuk ke bin 4.
4. Hot bin: Umumnya akan terdapat 4 bin yang dilengkapi dengan pembatas yang rapat
dan kuat dan tidak boleh berlubang serta mempunyai tinggi yang tepat sehingga
mampu menampung agregat panas dalam berbagai ukuran fraksi yang telah
dipisah-pisahkan melalui unit ayakan panas. Pada bagian bawah dari tiap bin
panas harus dipasang saluran pipa untuk membuang agregat yang berlebih dari
tiap bin panas yang dapat dioperasikan secara manual atau otomatis.
5. Timbangan : Alat yang digunakan untuk
menakar/menimbang jumlah masing-masing agregat sesuai dengan komposisi yang
telah ditentukan, proses penimbanga dilakukan dengan sistem
komputerisasi/otomatis.
6. Mixer : untuk proses pencampuran dimana agregat yang telah dipanaskan dan
telah melalui timbangan ditakar sesuai dengan komposisi yang diinginkan
selanjutnya dituangkan kedalam mixer dengan membuka pintu bin panas
menggunakan sistem hidrolik yang dikendalikan secara otomatis/manual. Proses
pencampuran pada mixer adalah proses pencampuran antara agregat
panas, aspal, dan filler dengan suhu ± 1500C cara pengadukan
dilakukan dengan memutar poros pengaduk dengan menggunakan motor listrik.
Gambar : Metode Batch
3.
JENIS-JENIS:
1. Berdasarkan temperatur pada saat pencampuran, dibedakan
menjadi :
a.
Beton aspal campuran panas (Hot mix)
Beton
aspal campuran panas adalah campuran aggregat kasar, aggregat halus, dan bahan
pengisi (filler) dengan bahan
pengikat aspal dalam kondisi suhu tinggi (panas) dengan komposisi yang diteliti
dan diatur oleh spesifikasi teknis. Di Indonesia jenis campuran aspal panas
yang lazim digunakan antara lain: Aspal Beton, Hot Rolled Sheet (HRS), dan Split
Mastic Asphalt (SMA). Suhu pencampuran sekitar 140oC.
b.
Beton aspal campuran sedang (Warm mix) adalah
beton aspal yang dicampur pada suhu pencampuran sekitar 60oC.
c.
Beton aspal campuran dingin (Cold mix). adalah
beton aspal yang dicampur pada suhu pencampuran sekitar 25oC.
2. Berdasarkan bahan yang digunakan
dan kebutuhan desain konstruksi jalan aspal beton
memiliki beberapa jenis, antara lain:
a. Asphalt
Treated Base (ATB) dengan tebal minimum 5 cm digunakan sebagai lapis
pondasi atas konstruksi jalan dengan lalu lintas berat / tinggi.
b. Asphalt
Concrete (AC)/Laston (Lapis Aspal
Beton), adalah beton aspal bergradasi menerus yang umum digunakan untuk
jalan-jalan dengan beban lalu lintas berat. Laston dikenal dengan nama lain AC
(Asphalt Concrete) karasteristik
beton aspal yang terpenting pada campuran ini adalah stabilitas, tebal minimum
laston 4-6 cm.
c. Hot
Rolled Sheet (HRS)/Lataston/Laston
3. adalah beton aspal bergradasi senjang. Dengan pergelaran minimum 3cm-4cm
digunakan sebagai lapis permukaan jalan dengan lalu lintas sedang.
DAN SEBAGAINYA.
3. Berdasarkan fungsinya , dibedakan
menjadi :
a. Asphalt Concrete – Wearing Course
Asphalt Concrete - Wearing Course merupakan lapisan
perkerasan yang terletak paling atas dan berfungsi sebagai lapisan
aus. Walaupun bersifat non struktural, AC-WC dapat menambah daya tahan
perkerasan terhadap penurunan mutu sehingga secara keseluruhan menambah masa
pelayanan dari konstruksi perkerasan .
b. Asphalt Concrete – Binder Course
Lapisan ini merupakan
lapisan perkerasan yang terletak dibawah lapisan aus (Wearing Course) dan di atas lapisan pondasi (Base Course).
Lapisan ini tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi harus mempunyai
ketebalan dan kekauan yang cukup untuk mengurangi tegangan/regangan akibat
beban lalu lintas yang akan diteruskan ke lapisan di bawahnya
yaitu Base dan Sub-Grade (Tanah
Dasar). Karakteristik yang terpenting pada campuran ini adalah stabilitas.
c. Asphalt Concrete – Base
Lapisan ini merupakan
perkerasan yang terletak di bawah lapis pengikat (AC- BC), perkerasan
tersebut tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi perlu
memiliki stabilitas untuk menahan beban lalu lintas yang disebarkan melalui
roda kendaraan. Perbedaan terletak pada jenis gradasi agregat dan kadar
aspal yang digunakan. Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1983)
Laston Atas atau lapisan pondasi atas ( AC- Base)
merupakan pondasi perkerasan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal
dengan perbandingan tertentu dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas. Lapis
Pondasi (AC-Base) mempunyai fungsi
memberi dukungan lapis permukaan; mengurangi regangan dan tegangan; menyebarkan
dan meneruskan beban konstruksi jalan di bawahnya (Sub-Grade)
FOKUS : LAPIS
ASPAL BETON
Lapis beton aspal
(Laston) adalah suatu lapisan pada
konstruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat bergradasi
menerus yang umum digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas berat,
Laston dikenal juga dengan nama AC (Asphalt Concrete).
Lapis beton aspal terdiri dari tiga macam
campuran (Spesifikasi
Umum 2010):
a.
Laston Lapis Aus (Asphalt
Concrete-Wearing Course/AC-WC), dengan ukuran
maksimum agregat campuran 19 mm, dan tebal nominal minimum lapisan 4cm;
b.
Laston Lapis Pengikat (Asphalt
Concrete-Binder Course/AC-WC), dengan ukuran
maksimum agregat 25,4 mm dan tebal nominal minimum lapisan 5cm;
c.
Laston Lapis Pondasi (Asphalt Concrete-Base/AC-B),
dengan ukuran maksimum agregat campuran 37.5 m, dan tebal nominal minimum
lapisan 6 cm.
4. PROSES
UJI :
A. UJI MARSHALL:
Input : Benda Uji Marshall.
Hasil dari Alat : Stabilitas, Flow, Marshall Sisa, Berat
isi (SSD/Surface/Dry).
Hasil Proses data: VIM, VFB, VFA.
Proses Utama:
Tahap Pemeriksaan Bahan> Tahap
Pembuatan Benda Uji > Tes Marshall
Tahap pembuatan benda uji :
1. Agregat dikeringkan pada
suhu 105 – 110 °C minimum selama 4 jam, keluarkan dari alat pengering ( oven )
dan tunggu sampai beratnya tetap.
2. Agregat dipisahkan kedalam
fraksi-fraksi yang dikehendaki ( sesuai spek ) dengan cara penyaringan.
Bahan disiapkan untuk benda uji
yang diperlukan yaitu agregat sebanyak ± 1200gram sehingga menghasilkan tinggi
benda uji kira-kira 63,5 mm ± 1.27 mm.
3. Pencampuran agregat agar sesuai
dengan gradasi yang diinginkan dilakukan dengan cara mengambil nilai tengah
dari batas spek. Untuk memperoleh berat agregat yang diperlukan dari
masing-masing fraksi untuk membuat satu benda uji adalah dengan mengalikan
nilai tengah tersebut terhadap total berat agregat.
4. Panci pencampur beserta agregat
dipanaskan kira-kira 28 oC diatas suhu pencampuran untuk aspal
padat, bila menggunakan aspal cair pemanasan sampai 14 oC diatas suhu
pencampuran.
Aspal yang sudah mencapai tingkat
kekentalan dituangkan sebanyak yang dibutuhkan ke dalam agregat yang sudah
dipanaskan tersebut, kemudian aduklah dengan cepat, dengan tetap mempertahankan
masih di dalam rentang suhu pemadatan, sampai agregat terselimuti aspal secara
merata.
5. Sementara itu, atau sebelumnya,
perlu disiapkan alat untuk memadatkan,yaitu dengan membersihkan perlengkapan
cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk dengan seksama dan panaskan sampai
suhu antara 93,3 – 148,9 oC.
6. Cetakan diletakkan diatas landasan
pemadat dan tahan dengan pemegang cetakan.
7. Selembar kertas saring atau
kertas penghisap yang sudah digunting menurut ukuran cetakan diletakkan ke
dalam dasar cetakan.
8. Seluruh campuran dimasukkan
kedalam kedalam cetakan dan tusuk-tusuk campuran keras-keras dengan spatula
yang dipanaskan sebanyak 15 kali keliling pinggirnya dan 10 kali di bagian
tengahnya.
9. Alat pemadat disiapkan dan
dilakukan pemadatan debgan menumbuk spesimen dengan jumlah tumbukan sebanyak
35, 50, atau 75 yang disesuaikan dengan jenis lalu lintas yang direncanakan.
10. Tumbukan dilakukan dengan
tinggi jatuh 457,2 mm dan selama pemadatan harus diperhatikan agar kedudukan
sumbu palu pemadat selalu tegak lurus pada alas cetakan.
11. Pelat alas berikut leher
sambung dilepaskan dari cetakan benda uji, kemudian cetakan yang berisi benda
uji dibalikkan dan pasang kembali pelat alas berikut leher sambung pada cetakan
yang dibalikkan tadi. Lakukan penumbukan lagi dengan jumlah yang sama.
12. Keping alas dilepaskan dan
dinginkan sampai diperkirakan tidak akan terjadi perubahan bentuk jika benda
uji dikeluarkan dari mold. Untuk mempercepat proses pendinginan, dapat
digunakan kipas angin. Proses pendinginan biasanya dilakukan sekitar 2 – 3 jam.
13. Benda uji atau spesimen
Marshall dikeluarkan dari mold dengan hati-hati dan kemudian letakkan spesimen
pada permukaan yang rata dan biarkan sampai benar-benar dingin. Sebaiknya
didiamkan pada suhu ruang selama 24 jam.
No comments:
Post a Comment