Monday, January 22, 2018

MATERIAL: ASPAL BETON


Materi: Aspal Beton
1. Definisi
2. Bahan Pembentuk
3. Proses Pembuatan
4. Jenis-Jenis
5. Proses Uji


1. DEFINISI :
ASPAL BETON
Aspal beton adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan. Material pembentuk beton aspal dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut kelokasi, dihamparkan dan dipadatkan (Sukirman, S., 2003).

Ada tujuh karasteristik campuran yang harus dimiliki oleh aspal beton adalah stabilitas, keawetan atau durabilitas, kelenturan atau fleksibilitas, ketahanan terhadap kelelahan, kekesatan permukaan atau ketahanan geser, kedap air, dan kemudahan pelaksanaan (Sukirman, S., 2003).

2. BAHAN PENYUSUN:

BAHAN PEMBENTUK ASPAL ( MATERIAL ASPAL):
1. Aggregat: Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90-95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume. Berdasarkan ukuran butirannya, agregat dibedakan atas Agregat kasar, Agregat halus dan filler (Sukirman, S., 1999).

Gradasi agregat  dibedakan menjadi (Sukirman, S., 1999) :
a. Gradasi rapat (dense graded), merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi seimbang, maka dari itu gradasi ini dinamakan juga dengan gradasi baik (well graded).
b. Gradasi seragam (uniform graded), merupakan campuran yang memiliki ukuran agregat yang hampir sama.
c. Gradasi buruk (poor graded), merupakan campuran agregat yang tidak memenuhi kategori diatas, disebut juga  dengan gradasi senjang.


Dalam menentukan rancangan desain gradasi campuran aggregat dapat menggunakan beberapa metode diantaranya adalah Metode Analisa dan Metode Grafis, untuk Metode Analisa digunakanlah rumus:
P: aA+bB+cC+dD
Keterangan:
P: Persen lolos ayakan dengan bukaan D (mm) yang direncanakan
A: Persen lolos ayakan fraksi aggregat A untuk bukaan D (mm).
B: Persen lolos ayakan fraksi aggregat B untuk bukaan D (mm).
C: Persen lolos ayakan fraksi aggregat C untuk bukaan D (mm).
D: Persen lolos ayakan fraksi aggregat D untuk bukaan D (mm).
a : Proporsi rencana fraksi aggregat A untuk bukaan D(mm).
b: Proporsi rencana fraksi aggregat B untuk bukaan D(mm).
c : Proporsi rencana fraksi aggregat C untuk bukaan D(mm).
d : Proporsi rencana fraksi aggregat D untuk bukaan D(mm).











Ukuran Saringan
% Berat yang lolos
Latatsir (SS)
Lataston (HRS)
Laston (AC)
ASTM
(mm)
Kelas A
Kelas B
WC
BC
WC
BC
Base
1 1/2"
37,5
-
-
-
-
-
-
100
1"
25
-
-
-
-
-
100
90-100
3/4"
19
100
100
100
100
100
90 -  100
Maks. 90
1/2"
12,5
-
-
90-100
90-100
90 - 100
Maks.90
-
3/8"
9,5
90 - 100
-
75-85
65-100
Maks. 90
-
-
No.8
2,36
75- 100
50-72
35-55
28-58
23-49
19-45
No.30
0,600
-
-
35-60
15-35
-
-
-
No.200
0,075
10 - 15
8 - 13
6-12
2-9
4-10
4-8
3-7
ZONA LARANGAN
No.4
4,75
-
-
39,5
No.8
2,36
39,1
34,6
26,8 - 30,8
No.16
1,18
25,6 - 31,6
22,3 - 28,3
18,1-24,1
No.30
0,600
19,1 -23,1
16,7 -20,7
13,6-17,6
No.50
0,300
15,5
13,7
11,4
Tabel : Spesifikasi Gradasi Binamarga


2. Aspal (Bitumen): Aspal terbuat dari minyak mentah, melalu proses penyulingan atau dapat ditemukan dalam kandungan alam sebagai bagian dari komponen alam yang ditemukan bersama-sama material lain.
Kadar aspal rencana yang akan digunakan dalam suatu campuran dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Sukirman, S., 2003):
Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%Filler) + Konstanta
Keterangan :
Pb = Kadar aspal tengah/ ideal. persen terhadap berat campuran;
CA = agregat kasar tertahan saringan No.8;
FA = agregat halus lolos saringan No.8 dan tertahan saringan No.200;
Filler = Persen agregat minimal 75% lolos saringan No.200;
K = Konstanta, 0.5-1.0 Laston, 2.0-3.0 Lataston.

Jenis  aspal:
A.  Berdasarkan fungsi:  (Sukirman, S., 2003):
a. Sebagai lapis resap pengikat (prime coat): Prime coat adalah lapisan tipis aspal cair yang diletakan diatas lapis pondasi sebelum lapis berikutnya.
b. Sebagai lapis pengikat (tack coat): Tack coat adalah lapis aspal cair yang diletakan diatas jalan yang telah beraspal sebelum lapis berikutnya dihampar, berfungsi sebagai lapis pengikat diantara kedua lapisan tersebut.

B. Berdasarkan sumber dan proses pembentukannya:
a. Aspal Alami: aspal yang berasal atau diperoleh langsung dari alam, contohnya: aspal gunung seperti yang ditemukan di pulau Buton, dan aspal danau seperti yang ditemukan di danau Trinidad.
b. Aspal Buatan: aspal hasil proses dari minyak bumi, contohnya adalah aspal minyak. Aspal minyak merupakan aspal yang berasal dari hasil penyulingan minyak bumi, contoh dari aspal jenis ini ialah  aspal panas/keras (Asphalt Cement, AC), Aspal Cair (Cut-back Asphalt), Aspal Emulsi.

C . Berdasarkan Penetrasi:
Menurut SNI S-01-2003, aspal dibedakan menjadi Aspal Penetrasi 40. Aspal Penetrasi. 60, Aspal Penetrasi 80, Aspal Penetrasi.120, Aspal Penetrasi 200.


3. Additif (Bahan Tambah): Bahan yang ditambahkan kedalam campuran untuk meningkatkan kinerja campuran.


3. PROSES PEMBUATAN:

PROSES UTAMA :
Aspal     : ......................................................................................
Filler      : ...................................................................                     |
                                                                                            |                   |                                
                                                                                            V                  V
Agregat:  Cold Bin > Dryer > Screen > Hot bin > Timbangan > Mixer (Pugmill)> TRUK TANGKI (SELESAI)

1. Bin dingin (cold bin): Bak tempat menampung material agregat dari tiap-tiap fraksi mulai dari agregat halus sampai agregat kasar yang diperlukan dalam memproduksi campuran aspal panas (hot-mix). Bagian pertama dari AMP (Aspal Mixing Plant) adalah bin dingin, yaitu tempat penyimpanan fraksi agregat kasar, agregat sedang, agregat halus dan pasir. Bin dingin harus terdiri dari minimum 3 sampai 5 bak penampung (bin). Masing-masing bin berisi agregat dengan gradasi tertentu. Agregat-agregat tersebut harus terpisah satu sama lain, untuk menjaga keaslian gradasi dari masing masing bin sesuai dengan rencana campuran kerja (RCK).

2. Dryer: Tujuannya untuk menghilangkan kadar air, kadar air  harus seminim mungkin karena kalau tidak akan berpengaruh pada pencampuran aspal nantinya. Proses pengeringan pada dryer adalah dengan cara membakar agregat di dalam kilen yang berputar dengan suhu ±1500 C proses pembakaran.

3. Screen: Proses  pemisahan agregat ini adalah dengan cara gravitasi agregat dijatuhkan pada ayakan/screen yang dirancang sedikit miring agar dapat mengayak atau memisahkan agregat sesuai dengan ukurannya     masing-masing. Pada screen dilengkapi alat bantu yaitu vibrator yang berfungsi untuk menggetarkan ayakan agar terjadi ayakan yang optimal. Agregat yang telah disaring/dipisahkan berdasarkan ukurannya kemudian masuk pada unit hot bin guna untuk menampung sementara agregat yang akan masuk pada timbangan.
Pemasangan saringan pada unit ayakan panas harus tidak pada ukuran yang berdekatan. Contoh susunan ayakan untuk campuran beraspal dengan ukuran butir agregat maksimum 19 mm adalah :
-          Saringan pertama/teratas berukuran 19 mm, butir agregat yang ukurannya lebih besar (oversize) dibuang ke saluran pembuangan.
-          Saringan kedua berukuran 12,5 mm (1/2 inchi). Ukuran butir agregat antara 19 mm sampai 12,5 mm masuk ke bin 1.
-          Saringan ketiga berukuran 4,75 mm (No. 4). Ukuran butir agregat antara 9,5 sampai dengan 4,75 mm masuk ke bin 2.
-          Saringan keempat berukuran 2,36 mm (No. 8). Ukuran butir agregat antara 4,75 sampai dengan 2,36 mm masuk ke bin 3. Sementara agregat yang lolos saringan 2,36 mm masuk ke bin 4.

4. Hot bin: Umumnya akan terdapat 4 bin yang dilengkapi dengan pembatas yang rapat dan kuat dan tidak boleh berlubang serta mempunyai tinggi yang tepat sehingga mampu menampung agregat panas dalam berbagai ukuran fraksi yang telah dipisah-pisahkan melalui unit ayakan panas. Pada bagian bawah dari tiap bin panas harus dipasang saluran pipa untuk membuang agregat yang berlebih dari tiap bin panas yang dapat dioperasikan secara manual atau otomatis.

5.  Timbangan : Alat yang digunakan untuk menakar/menimbang jumlah masing-masing agregat sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan, proses penimbanga dilakukan dengan sistem komputerisasi/otomatis.

6. Mixer : untuk proses pencampuran dimana agregat yang telah dipanaskan dan telah melalui timbangan ditakar sesuai dengan komposisi yang diinginkan selanjutnya dituangkan kedalam mixer dengan membuka pintu bin panas menggunakan sistem hidrolik yang dikendalikan secara otomatis/manual. Proses pencampuran pada mixer adalah proses pencampuran antara agregat panas, aspal, dan filler  dengan suhu ± 1500C  cara pengadukan dilakukan dengan memutar poros pengaduk dengan menggunakan motor listrik.




Gambar : Metode Batch



3. JENIS-JENIS:

1. Berdasarkan temperatur pada saat pencampuran, dibedakan menjadi :
a. Beton aspal campuran panas (Hot mix)
Beton aspal campuran panas adalah campuran aggregat kasar, aggregat halus, dan bahan pengisi (filler) dengan bahan pengikat aspal dalam kondisi suhu tinggi (panas) dengan komposisi yang diteliti dan diatur oleh spesifikasi teknis. Di Indonesia jenis campuran aspal panas yang lazim digunakan antara lain: Aspal Beton, Hot Rolled Sheet (HRS), dan Split Mastic Asphalt (SMA). Suhu pencampuran sekitar 140oC.
b. Beton aspal campuran sedang (Warm mix) adalah beton aspal yang dicampur pada suhu pencampuran sekitar 60oC.
c. Beton aspal campuran dingin (Cold mix). adalah beton aspal yang dicampur pada suhu pencampuran sekitar 25oC.


2. Berdasarkan bahan yang digunakan dan kebutuhan desain konstruksi jalan aspal beton memiliki beberapa jenis, antara lain:
a. Asphalt Treated Base (ATB) dengan tebal minimum 5 cm digunakan sebagai lapis pondasi atas konstruksi jalan dengan lalu lintas berat / tinggi.
b. Asphalt Concrete (AC)/Laston (Lapis Aspal Beton), adalah beton aspal bergradasi menerus yang umum digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas berat. Laston dikenal dengan nama lain AC (Asphalt Concrete) karasteristik beton aspal yang terpenting pada campuran ini adalah stabilitas, tebal minimum laston 4-6 cm.
c. Hot Rolled Sheet (HRS)/Lataston/Laston 3. adalah beton aspal bergradasi senjang. Dengan pergelaran minimum 3cm-4cm digunakan sebagai lapis permukaan jalan dengan lalu lintas sedang.
DAN SEBAGAINYA.


3. Berdasarkan fungsinya , dibedakan menjadi :

a. Asphalt Concrete – Wearing Course
Asphalt Concrete - Wearing Course merupakan lapisan perkerasan yang terletak paling atas dan berfungsi sebagai  lapisan aus. Walaupun bersifat non struktural, AC-WC dapat menambah daya tahan perkerasan terhadap penurunan mutu sehingga secara keseluruhan menambah masa pelayanan dari konstruksi perkerasan .

b. Asphalt Concrete – Binder Course
Lapisan ini merupakan lapisan perkerasan yang terletak dibawah lapisan aus (Wearing Course) dan di atas lapisan pondasi  (Base Course). Lapisan ini tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi harus mempunyai ketebalan dan kekauan yang cukup untuk mengurangi tegangan/regangan akibat beban lalu lintas yang akan diteruskan  ke lapisan di bawahnya  yaitu Base dan Sub-Grade (Tanah Dasar). Karakteristik yang terpenting pada campuran ini adalah stabilitas.


c. Asphalt Concrete – Base
Lapisan ini merupakan perkerasan yang terletak di bawah lapis pengikat (AC- BC), perkerasan tersebut  tidak berhubungan  langsung dengan cuaca, tetapi perlu memiliki stabilitas untuk menahan beban lalu lintas yang disebarkan melalui roda kendaraan.  Perbedaan terletak pada jenis gradasi agregat dan kadar aspal yang digunakan. Menurut Departemen Pekerjaan Umum  (1983)  Laston Atas atau lapisan pondasi atas ( AC- Base) merupakan pondasi perkerasan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas. Lapis Pondasi (AC-Base) mempunyai fungsi memberi dukungan lapis permukaan; mengurangi regangan dan tegangan; menyebarkan dan meneruskan beban konstruksi jalan di bawahnya (Sub-Grade)



Hasil gambar untuk Lapisan aspal


FOKUS : LAPIS ASPAL BETON
                 Lapis beton aspal (Laston) adalah suatu lapisan  pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat bergradasi menerus yang umum digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas berat, Laston dikenal juga dengan nama AC  (Asphalt Concrete).

 Lapis beton aspal terdiri dari tiga macam campuran (Spesifikasi Umum 2010):
a. Laston Lapis Aus (Asphalt Concrete-Wearing Course/AC-WC), dengan ukuran maksimum agregat campuran 19 mm, dan tebal nominal minimum lapisan 4cm;
b. Laston Lapis Pengikat (Asphalt Concrete-Binder Course/AC-WC), dengan ukuran maksimum agregat 25,4 mm dan tebal nominal minimum lapisan 5cm;
c. Laston Lapis Pondasi (Asphalt Concrete-Base/AC-B), dengan ukuran maksimum agregat campuran 37.5 m, dan tebal nominal minimum lapisan 6 cm.

4. PROSES UJI :

A. UJI MARSHALL:
Input                     : Benda Uji Marshall.
Hasil dari Alat      : Stabilitas, Flow, Marshall Sisa, Berat isi (SSD/Surface/Dry).
Hasil Proses data: VIM, VFB, VFA.

Proses Utama:
Tahap Pemeriksaan Bahan> Tahap Pembuatan Benda Uji > Tes Marshall

Tahap pembuatan benda uji :
1. Agregat dikeringkan pada  suhu 105 – 110 °C minimum selama 4 jam, keluarkan dari alat pengering ( oven ) dan tunggu sampai beratnya tetap.
2. Agregat dipisahkan kedalam fraksi-fraksi yang dikehendaki ( sesuai spek ) dengan cara penyaringan.
Bahan disiapkan untuk benda uji yang diperlukan yaitu agregat sebanyak ± 1200gram sehingga menghasilkan tinggi benda uji kira-kira 63,5 mm ± 1.27 mm.
3. Pencampuran agregat agar sesuai dengan gradasi yang diinginkan dilakukan dengan cara mengambil nilai tengah dari batas spek. Untuk memperoleh berat agregat yang diperlukan dari masing-masing fraksi untuk membuat satu benda uji adalah dengan mengalikan nilai tengah tersebut terhadap total berat agregat.
4. Panci pencampur beserta agregat dipanaskan kira-kira 28 oC diatas suhu pencampuran untuk aspal padat, bila menggunakan aspal cair pemanasan sampai 14 oC diatas suhu pencampuran.
Aspal yang sudah mencapai tingkat kekentalan dituangkan sebanyak yang dibutuhkan ke dalam agregat yang sudah dipanaskan tersebut, kemudian aduklah dengan cepat, dengan tetap mempertahankan masih di dalam rentang suhu pemadatan, sampai agregat terselimuti aspal secara merata.
5. Sementara itu, atau sebelumnya, perlu disiapkan alat untuk memadatkan,yaitu dengan membersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk dengan seksama dan panaskan sampai suhu antara 93,3 – 148,9 oC.
6. Cetakan diletakkan diatas landasan pemadat dan tahan dengan pemegang cetakan.
7. Selembar kertas saring atau kertas penghisap yang sudah digunting menurut ukuran cetakan diletakkan ke dalam dasar cetakan.
8. Seluruh campuran dimasukkan kedalam kedalam cetakan dan tusuk-tusuk campuran keras-keras dengan spatula yang dipanaskan sebanyak 15 kali keliling pinggirnya dan 10 kali di bagian tengahnya.
9. Alat pemadat disiapkan dan dilakukan pemadatan debgan menumbuk spesimen dengan jumlah tumbukan sebanyak 35, 50, atau 75 yang disesuaikan dengan jenis lalu lintas yang direncanakan.
10. Tumbukan dilakukan dengan tinggi jatuh 457,2 mm dan selama pemadatan harus diperhatikan agar kedudukan sumbu palu pemadat selalu tegak lurus pada alas cetakan.
11. Pelat alas berikut leher sambung dilepaskan dari cetakan benda uji, kemudian cetakan yang berisi benda uji dibalikkan dan pasang kembali pelat alas berikut leher sambung pada cetakan yang dibalikkan tadi. Lakukan penumbukan lagi dengan jumlah yang sama.
12. Keping alas dilepaskan dan dinginkan sampai diperkirakan tidak akan terjadi perubahan bentuk jika benda uji dikeluarkan dari mold. Untuk mempercepat proses pendinginan, dapat digunakan kipas angin. Proses pendinginan biasanya dilakukan sekitar 2 – 3 jam.
13. Benda uji atau spesimen Marshall dikeluarkan dari mold dengan hati-hati dan kemudian letakkan spesimen pada permukaan yang rata dan biarkan sampai benar-benar dingin. Sebaiknya didiamkan pada suhu ruang selama 24 jam.




No comments:

Post a Comment